Kamis, 10 Januari 2008

NATAL DAN TAHUN BARU DI JEPANG

NATAL DAN TAHUN BARU DI JEPANG
------------------------------

Natal diperkenalkan di Jepang oleh para misionaris. Selama
bertahun-tahun, yang merayakan Natal hanyalah orang-orang Jepang
yang bertobat dan mengaku Yesus sebagai Juru Selamat. Namun begitu,
kini suasana Natal di Jepang sangat meriah dan menyita perhatian
hampir seluruh negeri. Tukar-menukar kado merupakan tradisi lama
orang-orang Jepang. Toko-toko yang ada di Jepang memanfaatkan momen
Natal untuk kepentingan komersial -- sama dengan yang dilakukan
toko-toko di negara-negara Barat. Selama beberapa minggu sebelum
Natal, toko-toko di sana mengembar-gemborkan Natal. Toko-toko itu
memajang pernak-pernik Natal dan hadiah yang cocok untuk pria,
wanita, dan terutama anak-anak. Dengan jumlah satu persen penduduk
yang beragama Kristen, sedikit sekali orang Jepang yang benar-benar
memahami makna Natal.

Kisah bayi Yesus yang lahir di palungan memang menarik bagi
gadis-gadis cilik di Jepang karena mereka memang menyukai segala
sesuatu yang berkenaan dengan bayi. Saat Natal, banyak orang yang
mengenal palungan untuk pertama kalinya karena biasanya bayi Jepang
tidak tidur di palungan.

Banyak tradisi Barat dalam merayakan Natal yang diadopsi oleh orang
Jepang. Memang sudah merupakan kebiasaan orang Jepang untuk mencari
sesuatu yang menarik dari negara-negara Barat dan kemudian
mengubahnya menjadi sesuatu yang kental dengan khas Jepang. Selain
tukar-menukar kado, keluarga-keluarga Jepang juga makan kalkun pada
hari Natal, dan bahkan ada pohon Natal di beberapa tempat umum.
Mereka menghias rumah mereka dengan pohon cemara, dan puji-pujian
Natal dikumandangkan dengan sukacita di beberapa rumah. Sering kali,
sebuah ranting juga digantung di langit-langit rumah. Krans Natal
digantung di depan pintu sebagai simbol keberuntungan.

Di Jepang, ada tuhan atau pendeta yang disebut "Hoteiosho" -- versi
lain Sinterklas. Ia digambarkan sebagai pria tua baik hati yang
memanggul tas besar. Beberapa rumor mengatakan bahwa ia memunyai
mata di bagian belakang kepalanya. Penting bagi anak-anak untuk
bersikap baik saat tersiar kehadiran Hoteiosho.

Tahun Baru merupakan hari raya terpenting dalam kalender Jepang.
Pada malam Tahun Baru, seluruh rumah dibersihkan dari atap sampai
lantai bawah. Seluruh rumah dihiasi untuk menyambut hari itu. Saat
segala sesuatu telah bersih dan rapi, seisi rumah memakai pakaian
yang paling bagus, sering kali mereka memakai baju nasional Jepang
-- kimono. Kemudian, kepala keluarga berjalan mengelilingi rumah
sambil diikuti seisi rumah untuk mengusir roh-roh jahat. Ia
melempar buncis kering ke setiap sudut rumah agar roh-roh jahat
keluar dari rumah dan keberuntungan masuk ke rumah. Seluruh
keluarga pergi ke kuil Shinto, menepukkan kedua tangan mereka untuk
menarik perhatian tuhan mereka dan memohon peruntungan. Sering
kali, kesialan-kesialannya dibakar, namun variasi kebiasaan itu
tergantung pada kuil dan tuhannya.

Mukjizat Natal

Mukjizat Natal
Kisah nyata ini terjadi di malam Natal pada saat perang dunia ke-satu di tahun 1914, tepatnya di front perang bagian barat di Eropa. Pada saat tersebut tentara Perancis, Inggris dan Jerman saling baku tembak satu dengan yang lain. Di malam Natal yang dingin dan gelap begini, hampir setiap prajurit merasa sudah bosan dan muak untuk berperang, apalagi telah berbulan– bulan mereka meninggalkan rumah mereka, jauh dari istri, anak maupun orang tuanya.

Pada malam Natal biasanya mereka selalu berkumpul bersama dengan seluruh anggota keluarganya masing-masing, makan bersama, bahkan menyanyi bersama di bawah pohon terang di hadapan tungku api yang hangat.

Berbeda dengan malam Natal yang sekarang ini, di mana cuaca di luar sangat
dingin sekali dan saljupun turun dengan lebatnya, mereka bukannya berada di
antara anggota keluarga yang mereka kasihi, melainkan berada di hadapan musuh perang mereka yang setiap saat bersedia untuk menembak mati siapa saja yang bergerak.


Tiada hadiah yang menunggu selainnya peluru dari senapan musuh, bahkan persediaan makananpun sudah berkurang jauh, sehingga hari inipun hampir seharian penuh mereka belum makan. Pakaianpun basah kuyup karena turunnya salju. Biasanya mereka berada di lingkungan suasana yang hangat dan bersih, tetapi kali ini mereka berada di dalam lubang parit, seperti layaknya seekor tikus, boro-boro bisa mandi dan berpakaian bersih, tempat di mana mereka berada sekarang inipun basah, becek penuh dengan lumpur. Mereka menggigil kedinginan. Rasanya tiada keinginan yang lebih besar pada saat ini selainnya rasa damai untuk bisa berkumpul kembali dengan orang-orang yang mereka kasihi.

Seorang tentara sedang merintih kesakitan karena barusan saja terkena tembakan, sedangkan tentara lainnya menggigil kedinginan, bahkan pimpinan mereka yang biasanya keras dan tegas entah kenapa pada malam ini kelihatannya sangat sedih sekali, terlihat air matanya turun berlinang, rupanya ia teringat akan istri dan bayinya yang baru berusia enam bulan.
Kapankah perang ini akan berakhir ? Kapankah mereka akan bisa pulang kembali ke rumahnya masing-masing ? Kapankah mereka bisa memeluk lagi orang–orang yang mereka kasihi ? Dan masih merupakan satu pertanyaan besar pula, apakah mereka bisa pulang dengan selamat dan berkumpul kembali dengan istri dan anak - anaknya ? Entahlah...

Tidak sepatah katapun terdengar. Suasana malam yang gelap dan dingin terasa
hening dan sepi sekali, masing-masing teringat dan memikirkan keluarganya
sendiri. Selama berjam-jam mereka duduk membisu seperti demikian.

Tiba-tiba dari arah depan di front Jerman, ada cahaya kecil yang timbul dan
bergoyang, cahaya tersebut kelihatan semakin nyata. Rupanya ada seorang prajurit Jerman yang telah membuat pohon Natal kecil yang diangkat ke atas dari parit tempat persembunyian mereka, sehingga nampak oleh seluruh prajurit di front tersebut.

Pada saat yang bersamaan terdengar alunan lembut suara lagu “Stille Nacht, heilige Nacht" (Malam Kudus), yang pada awalnya hanya sayup-sayup kedengarannya, tetapi semakin lama lagu yang dinyanyikan tersebut semakin jelas dan semakin keras terdengar, sehingga membuat para pendengarnya merinding dan merasa pilu karena teringat akan anggota keluarganya yang berada jauh dari medan perang ini.

Ternyata seorang prajurit Jerman yang bernama Sprink yang menyanyikan lagu tersebut dengan suara yang sangat indah, bersih, dan merdu. Prajurit Sprink tersebut sebelumnya ia dikirim ke medan perang adalah seorang penyanyi tenor opera yang terkenal. Rupanya suasana keheningan dan gelapnya malam Natal tersebut telah mendorong dia untuk melepaskan emosinya dengan menyanyikan lagu tersebut, walaupun ia mengetahui dengan menyanyikan lagu tersebut, prajurit musuh bisa mengetahui tempat di mana mereka berada.

Ia bukan hanya sekedar menyanyi dalam tempat persembunyiannya saja, ia berdiri tegak, tidak membungkuk lagi, bahkan ia naik ke atas sehingga dapat terlihat dengan nyata oleh semua musuh - musuhnya. Melalui nyanyian tersebut ia ingin membawakan kabar gembira sambil mengingatkan kembali makna dari Natal ini, ialah untuk berbagi rasa damai dan kasih. Untuk ini ia bersedia mengorbankan jiwanya, ia bersedia mati ditembak oleh musuhnya. Tetapi apa yang terjadi, apakah ia ditembak mati ?

Tidak! Entah kenapa seakan-akan ada mukjizat yang terjadi, sebab pada saat yang bersamaan semua prajurit yang ada di situ, satu demi satu turut keluar dari tempat persembunyiannya masing-masing, dan mereka mulai menyanyikannya bersama. Bahkan seorang tentara Inggris musuh beratnya Jerman, turut mengiringi mereka menyanyi sambil meniup dua peniup bagpipes (alat musik Skotlandia) yang dibawanya khusus ke medan perang. Dengan perasaan terharu mereka turut menyanyikan lagu Malam Kudus. Hujan air mata tak dapat dibendung. Air mata dari mereka yang berada jauh dari orangtua, anak, calon istri, kakak, adik, dan sahabat mereka.

Yang tadinya lawan sekarang menjadi kawan, sambil saling berpelukan mereka menyanyikan bersama lagu Malam Kudus dalam bahasanya masing - masing, di sinilah rasa damai dan sukacita benar - benar terjadi. Setelah itu, mereka meneruskan menyanyi bersama dengan lagu Adeste Fideles (Hai Mari Berhimpun), mereka berhimpun bersama, tidak ada lagi perbedaan pangkat, derajat, usia maupun bangsa, bahkan perasaan bermusuhanpun hilang dengan sendirinya.

Mereka berhimpun bersama dengan musuh mereka yang seyogianya harus saling
tembak, membunuh satu dengan yang lain, tetapi entah kenapa dalam suasana
Natal tersebut mereka ternyata bisa berkumpul dan menyembah bersama kelahiran-Nya Sang Juru Selamat. Rupanya inilah mukjizat Natal yang benar-benar bisa membawa suasana damai di malam yang suci.

Saya berharap melalui tulisan ini dapat membagikan rasa kasih dan damai kepada rekan - rekan dan para pembaca budiman, serta mengajak kita semua untuk merenungkan kembali makna Natal yang sebenarnya.

Apabila ternyata masih ada luka batin yang belum sembuh, marilah kita mengambil kesempatan di akhir tahun ini untuk saling memaafkan dan mendoakan satu dengan yang lain, dan biarlah damai bertahta di hati kita.
Dan robohkanlah tembok pemisah diantara kita; entah itu berupa agama, etnis,
kedudukan, harta maupun pendidikan.

mukjizat pribadi

aku sendiri sebenarnya juga punya pengalaman sendiri tentang mukjizat dimana Tuhan benar-benar hadir di saat aku maupun kita semua pasti bisa mengalaminya apabila kita percaya dan bersungguh-sungguh.

waktu masih SD aku pernah ngalami gejala leukimia, hampir sebulan lebih aku ga sekolah karena mengalami sakit tersebut, awalnya ortu aku sedih n ga percaya hal itu bisa terjadi ma aku, tapi ortu ku tetap berusaha mencari jalan keluar untuk menyembuhkan aku dengan mengajak ke beberapa dokter untu diperiksa dan mama ku ga pernah habis-habisnya berdoa kepada Tuhan untuk kesembuhanku, dan Puji Tuhan akhirnya setelah melakukan beberapa kali pengobatan aku akhirnya bisa terbebas dari penyakit itu, dan sampai sekarang aku benar-benar sangat bersyukur dengan keadaan aku sekarang karena aku udah di beri kesempatan untuk hidup sampe sekarang agar bisa memberikan atau menyampaikan kebesaran Tuhan kepada sesama,salah satunya melalui blog yang kubuat ini..Never Stop Believe in Jesus